Mengenal Hari Pangerupukan dan Tradisi Perayaan Ogoh-ogoh Sehari Sebelum Nyepi

10 Februari 2021, 15:00 WIB
Mengenal hari Pengerupukan dan tradisi perayaan Ogoh-ogoh sebelum hari raya Nyepi. /Instagram.com/@pecintaogohogoh

RINGTIMES BALI – Hari raya Nyepi merupakan hari raya umat hindu di Bali yang dirayakan sekali dalam setahun.

Nyepi jatuh tepat pada ‘tilem sasih kesanga’. Sehari sebelum nyepi yang disebut pengerupukan biasanya diadakan tradisi pawai ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh adalah sebuah karya seni yang biasanya dibuat berupa patung dengan gambaran makhluk yang disebut bhuta kala, raksasa, dan lainnya yang berwajah seram.

Baca Juga: Mengenal Ritual dan Tradisi ‘Napak Pertiwi’ dari Bali

Saat pangerupukan, masyarakat hindu melakukan ritual bhuta yadnya yaitu mecaru di rumahnya masing-masing dan ngerupuk yang diadakan di jalanan.

Mecaru dilakukan di sore hari pukul 18.00 WITA atau istilahnya sandikala, dimana diyakini pada saat tersebut para bhuta kala sedang berkeliaran.

Setelah menghaturkan banten bhuta yadnya, masyarakat akan membunyikan benda-benda yang mengeluarkan suara nyaring, menghidupkan obor atau api dan dibawa mengelilingi rumah. Tujuannya untuk mengusir energi negatif yang ada di rumah.

Baca Juga: Uniknya Tradisi Layang-layang Khas Bali

Pada ritual ngerupuk, masyarakat lokal akan mengadakan perayaan ogoh-ogoh yang akan diarak keliling desa.

Dilansir Ringtimesbali.com dari website hindu.web.id, Ngrupuk merupakan ritual berkeliling desa sambil membuat bunyi-bunyian, menebarkan nasi tawur, asap dupa atau obor beramai-ramai.

Dilansir Ringtimesbali.com dari kanal Youtube Juniar Purba berikut penjelasan tentang sejarah ogoh-ogoh di Bali.

Baca Juga: Fakta Tradisi Pemberian Nama Anak di Bali

Ogoh-ogoh sudah ada sejak tahun 70-an dan mulai marak di Bali sejak tahun 80-an dan merupakan unsur dari bhuta kala.

Nama ogoh-ogoh diambil dari kata “Ogah-ogah” yang artinya mengguncang sesuatu. Saat parade, ogoh-ogoh akan diguncang-guncangkan oleh para pemuda yang mengangkatnya agar terlihat layaknya sedang bergerak atau menari.

Awalnya ogoh-ogoh dibuat dari anyaman bambu bertulang kayu, namun di era modern ada yang membuatnya dengan berbahan dasar sterofom atau gabus.

Baca Juga: Simak Perbedaan Hindu di Bali dengan di India, Termasuk Tentang Makan Daging Sapi

Inovasi ini dipilih agar ogoh-ogoh tidak terlalu berat sebagaimana jika bahan yang digunakan adalah bambu dan kayu yang tergolong benda berat.

Selain itu, menggunakan sterofom mempermudah pengrajin untuk membentuk dan mengukir ogoh-ogoh sesuai dengan karakter yang akan dibuat serta dapat mempersingkat waktu pembuatan.

Tetapi walaupun demikian, tak sedikit pemuda yang tetap melestarikan pembuatan ogoh-ogoh dengan menggunakan bahan anyaman bambu dan kayu.

Baca Juga: Cari Nama Bayi, Berikut Inspirasi Maknanya jika Laki-laki dalam Hindu

Di zaman ini, pengarakan ogoh-ogoh sudah dibuatkan sebuah parade yang biasanya diselenggarakan oleh pihak desa serta tidak jarang juga dilakukan perlombaan.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan semangat dan kreativitas dari para pemuda-pemudi Bali untuk melestarikan tradisi dan budaya yang sudah ada sejak lama.

Para turis asing maupun wisatawan lokal yang kebetulan saat perayaan sedang berlibur di Bali, biasanya mereka sangat suka menyaksikan parade ogoh-ogoh yang digelar masyarakat.

Baca Juga: Simak Ini Hari Dewasa Bhuta Yadnya Bulan Desember 2020, Kalender Hindu Bali

Setelah selesai diarak, semua ogoh-ogoh tersebut akan dipralina atau dibakar sebagai simbol pemurnian diri dan tanda siap memperingati Nyepi dalam keadaan suci.***

 

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: Hindu.web.id

Tags

Terkini

Terpopuler