Network
RINGTIMES BALI - Candi Tebing Gunung Kawi ini termasuk dalam wilayah Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar.
Melansir dari Instagram @wisatabaliku, Candi Tebing Gunung Kawi diperkirakan telah dibangun sejak pertengahan abad ke-11 Masehi, pada masa dinasti Udayana (Warmadewa).
Candi ini sangat unik karena biasanya candi berupa batuan utuh yang terbuat dari bata merah atau batu gunung, namun candi ini tidak seperti itu melainkan pahatan di dinding batu padas di tepi sungai.
Baca Juga: Pesona Huk Bay Siwang, Wisata Pegunungan di Kota Ambon
Baca Juga: Rekomendasi 5 Tempat Wisata di Mojokerto yang Wajib Dikunjungi
Berdiri kesepuluh candi tersebar di tiga titik. Lima di antaranya berada di sisi timur Sungai Tukad Pakerisan, sementara sisanya tersebar di dua titik di sisi barat sungai.
Lima candi yang berada di sisi timur sungai dianggap sebagai bagian utama dari kompleks Candi Tebing Gunung Kawi.
Di sebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, terdapat empat candi yang berderetan dari utara hingga ke selatan dan menghadap ke arah sungai.
Sedangkan, satu candi lainnya berada di sisi selatan, kurang lebih berjarak 200 meter dari keempat candi tersebut.
Baca Juga: Berkolaborasi dengan Hype Festival, Kemenparekraf Promosi Lima Destinasi Wisata Indonesia
Baca Juga: Maha Gangga Valley, Pesona Perkemahan dan Wisata Alam Terbaru di Karangasam Bali
Di antara kesepuluh candi di kawasan ini, diperkirakan bangunan pertama yang dibangun adalah candi yang posisinya paling utara dari rangkaian lima candi di timur sungai.
Hal ini didasari atas tulisan “Haji Lumah Ing Jalu” beraksara kadiri kwadrat pada bagian atas gerbang candi.
Keseluruhan kompleks candi ini difungsikan sebagai pura, sarana peribadatan keluarga kerajaan oleh Raja Anak Wungsu.
Baca Juga: Satu Lagi Destinasi Wisata dari Gianyar, Waterfall Uma Anyar Siap Saingi Air Terjun Tegenungan
Baca Juga: 5 Destinasi Wisata Favorit Gianyar Murah dan Instagramable
Yang menarik, di sekitar candi Hindu ini terdapat sejumlah ceruk yang diidentifikasi oleh para arkeolog sebagai tempat meditasi umat Buddha/vihara.***
