Pemimpin Militer Myanmar Terbang ke Moskow Usai Tolak Embargo Senjata PBB

- 21 Juni 2021, 07:44 WIB
Pimpinan junta Myanmar, Min Aung Hlaing menghadiri konferensi keamanan di Moskow Rusia pada Minggu 20 Juni 2021.
Pimpinan junta Myanmar, Min Aung Hlaing menghadiri konferensi keamanan di Moskow Rusia pada Minggu 20 Juni 2021. /Reuters/

 

RINGTIMES BALI – Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing menghadiri konferensi keamanan di Moskow, Rusia pada Minggu 20 Juni 2021 kemarin.

Ini merupakan lawatan pertama Min Aung Hlaing usai pemerintahan junta militer yang dipimpinnya menolak embargo senjata PBB ke Mnyamar.

Dilansir dari CNA, kehadirannya di Moskow juga sebagai lawatan kedua usai militer mengkudeta pemerintahan yang sah secara demokratis pada Februari kemarin.

Baca Juga: Myanmar Tolak Resolusi PBB soal Embargo Senjata

Sebelumnya lawatan pertamanya adalah menghadiri pembicaraan krisis dengan para pemimpin 10 negara blok di Jakarta pada April 2021 kemarin.

Sementara itu menurut laporan media nasional, Min Aung Hlaing langsung meninggalkan ibu kota Naypyidaw pada Minggu kemarin dan langsung melakukan penerbangan khusus.

Min Aung Hlaing hadir kesana untuk memenuhi undangan Menteri Pertahanan Rusia dan lawatan Min Aung Hlaing di Rusia tidak dijelasakan secara rinci.

Baca Juga: Warga Myanmar Beri Kado Ultah Suu Kyi ke 76, Bunga di Rambut dan Demo Besar-besaran sebagai Simbol Protes

Itu tidak memberikan perincian tentang berapa lama dia diharapkan untuk tinggal di Rusia, sekutu dan pemasok senjata utama bagi militer Myanmar.

Sebelumnya pada Mei media lokal melaporkan bahwa kepala angkatan udara Myanmar juga turut menghadiri pameran helikopter militer di Moskow.

Selama ini Rusia memang dikenal sebagai negara pemasok senjata militer ke Myanmar, dan disusul oleh Belarus.

Baca Juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Desak Rohingya Ikut Perang Lawan Junta Militer

Hal inilah yang membuat Rusia dan Belarus abstain saat jajak pendapat di Majelis Umum PBB soal embargo senjata ke Myanmar.

Sebelumnya embargo senjata tersebut telah disetujui oleh 119 negara, dengan 36 negara memilih abstain.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: CNA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x