Publik Soroti Kebebasan Demokrasi Era Jokowi, Ini Kata Politikus Demokrat

- 26 Oktober 2020, 16:47 WIB
Publik Soroti Kebebasan Demokrasi Era Jokowi, Politikus Demokrat JugaPenyalahgunaan UU ITE
Publik Soroti Kebebasan Demokrasi Era Jokowi, Politikus Demokrat JugaPenyalahgunaan UU ITE /HO-Biro Pers Setpres/aa/


RINGTIMES BALI -
Dalam survei nasional yang dirilis Indikator Politik Indonesia (IPI) yang berjudul "Politik, Demokrasi, dan Pilkada di Era Pandemi" pada Minggu, 25 Oktober 2020.

Diungkap bahwa 36% responden menilai pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kurang demokratis; 79,6% setuju bahwa publik makin takut menyatakan pendapat; dan 73,8% mengaku sulit melakukan demonstrasi.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Hinca IP Pandjaitan, menyoroti soal penyalahgunaan Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kini digunakan untuk menjerat kebebasan demokrasi.

Baca Juga: Hari Ini! Shopee Gajian Sale Hadirkan Gratis Ongkir, Cashback 100%, dan Flash Sale 60RB!

Serta, upaya kriminalisasi aparat penegak hukum terhadap orang yang menggunakan haknya berpendapat.

"Kebebasan sipil itu juga kan termasuk menyampaikan pandangan lewat media, yakni kawan-kawan pekerja media atau jurnalis atau yang memang belum sempat kita potret, mengalami banyak soal juga hambatan-hambatan itu." Kata Hinca yang dikutip dari Warta Ekonomi.

"Termasuk teman-teman kebebasan sipil yang melakukan advokasi mengenai demokrasi ini dihantui oleh sikap aparat yang kelihatannya atas nama pandemi itu menggunakan UU ITE berlebihan," tambahnya.

Baca Juga: Kenali 4 Tanda Bahwa Dia Bukan Jodohmu, Lepaskan Saja

Berdasarkan catatannya, karena terlalu terbiasanya kata-kata UU ITE, dirinya hampir tidak bisa menemukan UU ITE itu ditulis secara lengkap namanya sehingga UU ITE ini hanya dipahami sebagai ITE saja dan digunakan untuk menanggapi orang-orang yang mengirimkan screeshoot layar ponsel dan melempar hoaks.

Padahal, UU ITE ini maknanya lebih luas dan dibuat saat terorisme dengan memanfaatkan teknologi kian tinggi sekali di dunia.

Baca Juga: Minta NU Maafkan Gus Nur, Politikus Demokrat Sebut NU Bukan Level Gus Nur

"Padahal, ITE itu adalah informasi dan elektronik yang waktu dibuat UU ini masa-masanya terorisme tinggi sekali di dunia dengan mentransfer uang lewat mekanisme yang tidak formal, itulah yang kita sebut anjungan tunai mandiri. Jadi transaksi elektronik pada soal-soal itu tadi," papar mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Demokrat ini.

Namun, anggota Komisi III DPR ini melihat, beberapa waktu belakangan ini, seolah dibaca menjadi transaksi elektronik tentang informasi. Padahal, informasi itu oksigennya adalah demokrasi.

Baca Juga: Pantas Gagal Daftar BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Coba Perhatikan 2 Hal Ini

"Nah, jadi saya tidak tahu apakah terpotret soal ini tentang resesi demokrasi ialah disebabkan mengadili informasi berdasarkan aparat penegak hukum menggunakannya berlebihan karena kemudian kebebasan sipil dan menyampaikan pendapatnya menjadi terganggu," sesalnya.

Soal kebebasan sipil, Hinca pun mengungkap bahwa era kepemimpinan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ada hal yang bisa diambil pelajaran.

Meskipun begitu banyak demonstrasi, banyak tekanan demonstrasi, tapi tidak ada satu pun yang kemudian berujung kriminalisasi untuk menyampaikan pendapat itu.

Baca Juga: Gagal Dapat BLT UMKM Rp 2,4 Juta? Coba Cek Syarat dan Link Daftar Bansos UMKM Facebook Rp31 Juta

"Nah kalau kita lihat belakangan ini, kelihatannya itu terabaikan sehingga produk reformasi, satu-satunya yang tinggal kan demokrasi yang soal kebebasan sipil ini. Ini harus kita jaga betul sebagai pilihan kita dan para responden setuju bahwa demokrasi adalah pilihan yang masih terbaik hari ini dalam kita bernegara. Oleh karena itu, sama-sama kita jaga," ujarnya.

Soal temuan bahwa publik takut berbicara, menurut Hinca, kalau digabungkan angka-angka temuan survei itu, terjawab sebabnya adalah komunikasi yang buruk atau komunikasi yang jelek sebagaimana yang diakui Jokowi dan dikonfirmasi oleh politikus PDIP Eva Kusuma Sundari.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Cinta Taurus, Cancer, Scorpio, Capricorn dan Pisces 26 Oktober 2020

"Ini kan Pak Presiden Jokowi mau mengatakan juga para menteri-menterinya dan para elite yang buruk menyampaikan komunikasinya itu, maka kualitasn demokrasinya pun bisa kita pahami menjadi buruk kalau tidak ingin kita sebut mundur jauh dan resesi," imbuh Hinca.

Oleh karena itu, kata Hinca, dengan gambaran survei IPI ini menyiratkan pesan akademik dan moral bahwa semuanya harus menjaga kebebasan sipil itu, menjaga ruang kebebasan berekspresi, dan harus merawat betul bahwa demokrasi itu memberikan ruang lebih banyak untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya.

Sebaliknya, mengurangi sebanyak-banyaknya, bahkan sampai ke nol persen untuk tidak mengkriminalisasi orang yang menggunakan haknya dalam berdemokrasi.

Baca Juga: Minta NU Maafkan Gus Nur, Politikus Demokrat Sebut NU Bukan Level Gus Nur

"Orang boleh bilang bahwa iya polisi harus keras terhadap demonstran itu, ya betul karena tugas polisi menjaga, tapi jangan sampai kemudian berlebihan, mengkriminalisasinya atau mencegah sebelum terjadi atau menangkap sebelum pikiran yang disampaikan dan seterusnya," tegas Hinca.

"Hanya dengan itu ruang demokrasi yang kita dapat tahun 98 yang begitu susah payah dan sekarang menjadi pilihan kita jadi jalan terbaik bisa kita rawat bersama-sama. Kita berharap Presiden Jokowi terus-menerus melanjutkan upaya dari presiden sebelum-sebelumnya bahwa demokrasi itu pilihan kita bersama untuk ke depan," pungkasnya.***

Editor: Dian Effendi

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x