Fenomena Gunung Es: Kekerasan pada Perempuan Meningkat hingga 792 Persen, Jabar Paling Banyak

- 22 Juli 2020, 10:22 WIB
ILUSTRASI demonstrasi di depan Gedung Sate.* /ANTARA/Laily Rahmawaty
ILUSTRASI demonstrasi di depan Gedung Sate.* /ANTARA/Laily Rahmawaty /

RINGTIMES BALI - Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (Gerak) Perempuan Jawa Baratorang melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, pada Selasa 21 Juli 2020.

Mereka menuntut untuk menetapkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai RUU Inisiatif DPR.

Selain itu, mereka juga menuntut agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan mengesahkannya menjadi Undang-Undang.

Baca Juga: Bidan Puskesmas Syok, Setelah Mengalami Pencurian Modus Pecahkan Kaca Mobil

Gerak Jabar juga menuntut untuk membatalkan Omnibus law (RUU) Cipta Kerja.

Menurut Koordinator Aksi, Ressa Ria tuntutan segera disahkan RUU PKS menjadi UU dilatarbelakangi karena banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan.

Hingga saat ini data dari Komnas Perempuan jumlah kekerasan terhadap perempuan mencapai 431.471 kasus.

Baca Juga: Hana Hanifah Sudah Pulang dan Langsung Beri Klarifikasi Soal Kasus Prostitusi Online

Dalam 12 tahun terakhir, katanya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792 persen.

"Jumlah tersebut menunjukkan fenomena gunung es. Peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan ini menandakan tidak adanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan," ujar Ressa.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-rakyat.com sebelumnya dalam artikel "12 Tahun Terakhir Kekerasan pada Perempuan Meningkat 792 Persen, Jabar Terbanyak dengan 2.378 Kasus" yang dikutip dari Galamedianews.

Baca Juga: Sidik Jari dan DNA Itu Milik Korban Yodi Prabowo, Ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya

Jabar disebut-sebut provinsi terbanyak atas kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah 2.378 kasus.

"Bagi kami, pengesahan RUU PKS menjadi salah satu solusi yang dilakukan negara untuk menjamin keamanan dan pemulihan bagi korban kekerasan seks," jelasnya.

Sementara itu, terkait RUU P-PRT ini sudah 16 tahun diperjuangkan, namun hingga saat ini tak kunjung juga disahkan.

Baca Juga: Update Corona Dunia: Kasus Positif Capai 15 Juta Lebih, Amerika Tertinggi, ASEAN Indonesia

RUU ini mengatur hak-hak pekerja rumah tangga.

"Saat ini DPR justeru menolak RUU ini sebagai insiatif DPR, dikala kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap pekerja rumah tangga semakin meningkat," ujarnya.

Sedangkan RUU Omnibus Law, ia menilai memiliki potensi untuk semakin menyengsarakan rakyat miskin.

Baca Juga: Keberadaan WNA di Bali akan Diatur dengan Perda

Pihaknya juga menilai RUU tersebut tergesa-gesa dan prosesnya tidak transparan, serta minim partisipasi publik.

"Oleh karenanya kami menunut DPR RI untuk terus melakukan pembahasan RUU PKSdan segera mengundangkannta, segera menetapkan RUU P-PRT sebagai RUU inisiatif DPR, dna menghentikan pembahasan dan mencabut RUU Omnibus Law," katanya.

Baca Juga: Bocah 10 Tahun Habis Ngaji Ditabrak Mobil Istri Bupati Padang Pariaman

Menurut Ressa, Gerak Perempuan akan terus mengawal pembahasan RUU PKS ini di antaranya dengan melakukan aksi setiap Selasa di depan Gedung Sate dan Gedung DPRD Jabar hingga RUU itu disahkan.

"Aksi ini dilakukan untuk mengawasi DPR dalam proses pembahasan RUU PKS. Kami pun mengajak perempuan di Jabar dan warga sipil lainnya untuk membangun konsolidasi guna saling menguatkan dan memberanikan diri untuk memperjuangkan hak, terutama hal korban kekerasan seksual," ujarnya.(Tim PRMN 01/Pikiran-rakyat.com)

Editor: I Dewa Putu Darmada

Sumber: Galamedianews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x