Mengenang 16 tahun Meninggalnya Munir, Aktivis HAM Indonesia

7 September 2020, 05:08 WIB
Mengenang 16 tahun Meninggalnya Munir, Aktivis HAM Indonesia /

RINGTIMES BALI - Tahun ini, meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib, aktivis HAM Indonesia memasuki peringatan yang ke-16. 16 tahun telah berlalu, namun otak dari pembunuhannya yang keji belum juga diproses ke jalur hukum.

Munir Said Thalib yang lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965, meninggal di Jakarta di dalam pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun. Munir adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia.

Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Baca Juga: Deretan Peristiwa Penting di Tanggal 7 September

Saat menjabat Dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu.

Saat itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan-pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas.

Baca Juga: Misterius, Semburan Lumpur Muncul di Bekasi, Diungkap Berbeda dengan Lapindo

Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)

Berikut beberapa kasus yang pernah ia tangani seperti dirangkum Ringtimes Bali dari berbagai sumber, Senin 7 September, yaitu :

Kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992 kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994 menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993 menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Cheil Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995.

Baca Juga: Peristiwa Sejarah Hari Ini 6 September 2020, Salah Satunya Wafatnya Jenderal Nasution

Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994.

Penasehat hukum para korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998
Penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998 penasehat hukum korban dan keluarga korban Penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999)
Penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras.

Kematian Munir menyisakan banyak teka-teki, tiga jam setelah pesawat GA-974 lepas landas dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit.

Baca Juga: Mas Gibran Blusukan Tanpa Istri, Ternyata Ini Alasannya

Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir.

Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya pada saat itu. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam.

Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Baca Juga: Kemarin, Terlanjur 'Digoreng', Hoaks Timor Leste Ingin Balikan Lagi, Ini Faktanya

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi.

Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir.

Baca Juga: Kemarin, Said Didu dan Cipta Panca Sebut Paha Keponakan Prabowo Mulus, Sara Merasa Dilecehkan

Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut.

Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Selain itu Presiden SBY juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Baca Juga: Tenang, Tarif Tol Cipularang-Padaleunyi Batal Naik, Jasa Marga Kasi Diskon Mulai Esok Minggu

Jenazah Munir dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva.

Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.***

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler