Indonesia Batal Punya Obat Covid-19, yang Diuji BPOM Gagal, Ini Alasannya

20 Agustus 2020, 14:21 WIB
Obat Covid 19 yang ditemukan peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur. /- Foto: Dokumen: Pribadi/unair.ac.id /

RINGTIMES BALI - Baru-baru ini Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menguji obat kombinasi Covid-19 yang dikembangkan oleh tiga lembaga yaitu Universitas Airlangga (Unair), Badan Intelijen Negara (BIN), dan TNI Angkatan Darat (TNI AD).

Hasilnya, obat tersebut tidak lolos uji klinis.

Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito dalam keterangan pers yang digelar secara daring, pada Rabu 19 Agustus 2020 menerangkan jika obat tersebut masuk dalam katagori keras.

Baca Juga: Ini Alasan Anji Muat Konten Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Salah Satunya Harapan Baru?

"Hasil pengujian yang dilakukan didapatkan, obat kombinasi Unair, BIN, dan TNI AD termasuk dalam kategori obat keras. Sehingga obat tersebut akan berisiko menimbulkan efek samping," ucap Penny Kusumastuti Lukito,

Meskipun demikian, kata dia, pihaknya belum dapat merincikan risiko efek samping apa yang ditimbulkan dari obat kombinasi tersebut. Hal itu karena masih terus melakukan pengamatan dan prosesnya membutuhkan waktu yang lama.

"Ada fakta lainnya yang ditemukan saat pengujian. Obat kombinasi ini tak bisa dikonsumsi oleh sembarang orang, khususnya mereka pasien Covid-19 dengan kategori orang tanpa gejala (OTG)," ujarnya.

Baca Juga: Obat Covid Belum Ditemukan, Jangan Tanya Kapan Pandemi Berakhir?

Sementara untuk kandugannya sendiri, dijelaskan dia, terdapat tiga kombinasi pada obat yang dikembangkan Unair, BIN, dan TNI AD ini, di antaranya Lopinavir/Ritonavir dan Azithromcyin, kemudian Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline, lalu Hydrochloroquine dan Azithromcyin.

"Kita masih antisipasi efek sampingnya ya. Sehingga tidak diberikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang tidak sakit dan OTG," katanya.

Sebagaimana dimuat dalam artikel di Pikiranrakyat-Depok.com sebelumnya dengan judul "Obat COVID-19 Kombinasi Unair, BIN, dan TNI AD Tidak Lolos Uji Klinis, BPOM: Itu Termasuk Obat Keras" yang dikutip dari RRI.

Baca Juga: Ilmuan Menemukan Rahasia Kekuatan Kelelawar Bisa Sebagai Obat Covid-19

Dia menjelaskan prosedur uji klinis obat sendiri musti dilakukan pada subjek acak melihat dari gejala penyakit seperti ringan, sedang, dan berat. Kemudian demografi penduduk, dan harus memberikan dampak yang signifikan kepada subjek.

"Kami tetap apresiasi pada tim peneliti terhadap upaya pengembangan obat COVID-19. Kalau nanti seluruh proses uji klinis sudah dilakukan sesuai prosedur dan kaidah ilmiah dan dianggap valid, maka BPOM akan berikan izin edar," ucap dia.

Sebelumnya, obat kombinasi yang dilakukan Unair, BIN, dan TNI AD ini diklaim merupakan obat Covid-19 pertama di dunia.

Baca Juga: Jangan Tergantung hanya pada Vaksin Covid, Masyarakat Diharap Ikuti Protokol Kesehatan

Hal itu disampaikan oleh Rektor Unair, Prof Nasih dengan mengatakan bahwa obat tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat dan diharapkan menjadi obat CovidOTG-19 pertama di dunia.***(Ramadhan Dwi Waluya/Pikiranrakyat-Depok.com)

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Sumber: Pikiran Rakyat Depok RRI

Tags

Terkini

Terpopuler