CEK FAKTA: Hadi Pranoto Ngaku Obat Covidnya Dipesan Ratu Elisabeth, Kemenkes: Jamu Bukan Vaksin

6 Agustus 2020, 11:37 WIB
Peneliti Hadi Pranoto menunjukkan ramuan herbal untuk antibodi COVID-19 di Kota Bogor, Jawa Barat pada Senin, 3 Agustus 2020. / /

RINGTIMES BALI - Ahli mikrobiologi Hadi Pranoto lagi-lagi mengejutkan publik. Ia mengungkapkan penemuan antibodi Covid-19nya itu pihak kerajaan Inggris yakni Ratu Elizabeth II sampai meminta hasil risetnya untuk mengobati keluarganya yang terkena virus corona.

"Saya pernah kirim 5.000 botol ke British, Ratu Elizabeth minta untuk keluarganya dan alhamdulillah mereka sekeluarga sembuh. Namanya antibodi covid-19," ujar Hadi, Rabu 5 Agustus 2020.

Hadi pun menyatakan akan membagikan temuan risetnya itu kepada semua warga yang membutuhkan terutama pasien Covid-19. Dia menyebut dalam waktu dekat akan`melakukan bakti sosial untuk memberikan ramuannya itu.

Baca Juga: Gaduh, Video Anji Soal Obat Covid Temuan Hadi Pranoto, Susi Pujiastuti : Anda Tidak Bertanggungjawab

“Kita akan selenggarakan bakti sosial untuk covid-19. Kita bagi-bagi jamu herbal di seluruh Indonesia. Nanti kita lagi susun untuk tahap pertama untuk amal bakti nasional," kata dia.

Diketahui, Hadi menyebut antibodi covid-19 itu terbuat dari tumbuh-tumbuhan, tidak memakai bahan kimia dan tidak mempunyai efek samping.

Hadi meyakini, semua kehidupan akan mati dan kembali lagi kepada tanah. Oleh karena itu, hanya dua unsur yang dilakukan dalam penelitiannya.

Baca Juga: Dikritik Banyak Pihak, Hadi Pranoto Klaim Obat Covid Temuannya Sembuhkan Warga Bogor

"Makanya kita tim riset melakukan penelitian unsur yang ada dalam tubuh manusia. Itu unsur air dan tanah. Makannya kandungan yang ada di dalam herbal ini adalah tumbuh-tumbuhan dan air," ujarnya.

Sebagai peneliti obat tradisional Covid-19 sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dr. Inggrid Tania, MSi meragukan apa yang disampaikan Hadi.

"Itu dia (Hadi) ngirim obat ke Ratu Elizabeth harus diverifikasi ya kebenarannya apa benar. Saya sih agak meragukan, entahlah kalau misalnya lewat jalur tidak resmi nitip ke temennya yang kenal dengan Ratu Elizabeth, saya enggak tahu," ujar dr. Inggrid saat berdiskusi daring, Rabu 5 Agustus 2020 malam.

Baca Juga: Viral! Hadi Pranoto Sebut Bisa Sembuhkan Pasien dalam Waktu Tiga Hari

Dokter yang sedang melakukan uji klinis obat herbal Covid-19 pertama di Indonesia ini menyebut, dibanding mendapatkan izin edar BPOM. Obat herbal yang akan diekspor ke luar negeri harus melalui proses yang ketat.

"Memang awalnya obat Hadi Pranoto dapat izin edar BPOM, kalau untuk diekspor ke negara lain, misalnya Inggris, harus memenuhi standar dari negara Inggris dan di sana juga standarnya lebih tinggi," papar dr. Inggrid.

Lebih jauh produsen obat herbal yang akan mengirimkan obatnya ke luar negeri juga harus terstandarisasi. Salah satunya perusahaan pembuat obat telah mendapat sertifikat good manufacturing practice (GMP). Ditambah komposisi dan bahan baku obat itu harus bisa dipertanggungjawabkan.

Baca Juga: Anji Hapus Video Obat Corona Hadi Pranoto dari Akun Youtubenya, Kok Bisa ?

"Tapi kalau untuk diekspor itu ada lebih banyak lagi kriterianya, di antaranya itu standarisasi tiap-tiap komponen bahan baku dan itu tidak mudah," jelasnya.

Meski begitu, dokter yang sedang menempuh program S-3 Filsafat Jamu/Ilmu Kesehatan Tradisional di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini menyebutkan Indonesia sudah memiliki mengekspor beberapa obat herbal yang sudah terstandarisasi.

Pastinya perusahaan produsen sudah berpredikat GMP, salah satunya adalah jamu masuk angin yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh tubuh sudah diekspor ke berbagai negara.

Baca Juga: Via Vallen Tarik Komentar di Medsos Anji, Adiknya Tidak Sembuh dari Obat Covid-19 Hadi Pranoto

"Kemudian banyak juga ekstrak herbal yang diekspor ke Eropa itu banyak, intinya dari perusahaan besar yang sudah GMP. Terutama yang fitofarmaka itu sudah banyak diekspor ke negara ASEAN," ujarnya, seperti dikutip Ringtimesbali.com dari Galamedia dalam artikel "Obat Corona Hadi Pranoto Dipesan Ratu Elizabeth, Peneliti: Itu Harus Diverifikasi Kebenarannya".

***

Hanya Meringankan Penyakit Penyerta, Obat Tradisional Tidak Dapat Menggantikan Peran Vaksin

Sementara itu, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Akhmad Saikhu mengatakan bahwa obat satu-satunya adalah anti-virus berupa vaksin, yang mana masih dalam proses penelitian hingga saat ini. Oleh karena itu, penggunaan obat tradisional tidak dapat menyembuhkan Covid-19.

Baca Juga: Gemparkan Dunia, Rusia Produksi Vaksin Corona Yang Sudah Diuji Klinis

“Jamu (obat tradisional) ini adalah untuk komorbit dari Covid-19, artinya bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta,” ujarnya saat berdialog melalui ruang digital di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Jakarta, Rabu, 5 Agustus 2020.

Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional terdiri dari tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.

Obat-obat tersebut juga harus memenuhi syarat seperti tidak menimbulkan efek samping dan tidak mengganggu fungsi hati ataupun ginjal.

Baca Juga: Vaksin Corona Belum Tersedia Hingga Awal Tahun 2021, Apa Kata WHO ?

Mengenai kegiatan mencampur ramuan-ramuan jamu atau oplosan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes sudah mengeluarkan daftar ramuan jamu yang dapat dikonsumsi secara langsung sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan.

Kemudian Akhmad Saikhu juga mengimbau masyarakat yang memang biasa mengonsumsi jamu, supaya tetap meneruskan pengonsumsian selama jamu tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau meringankan gejala penyakit.

"Untuk masa-masa Covid-19 ini, justru ditingkatkan saja takarannya,” tambahnya.

Baca Juga: Ilmuan Menemukan Rahasia Kekuatan Kelelawar Bisa Sebagai Obat Covid-19

Pada kesempatan yang sama, Togi Junuce Hutadjulu selaku Direktur Standarisasi Obat Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Zat Adiktif menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga bertugas untuk memastikan kelayakan obat tradisional. Dalam artian bahwa obat tradisional harus memenuhi persyaratan aspek khasiat, keamanan dan kualitas.

“Pengembangan vaksin sekarang sedang berjalan, dan BPOM mengawal untuk memastikan bahwa obat ini nantinya akan aman digunakan dalam rangka pencegahan ataupun treatment dalam Covid-19,” ucapnya mengenai pengawasan terhadap pengembangan vaksin.

Selanjutnya Togi juga menjabarkan prosedur pembuatan obat yang juga dilakukan pada situasi pandemi Covid-19, pertama adalah proses penelitian guna mencari molekul yang potensial untuk digunakan. Setelah mendapatkan molekul, dilakukanlah uji laboratorium untuk menetapkan karakterisasi serta spesifikasinya.

Baca Juga: Dikritik Banyak Pihak, Hadi Pranoto Klaim Obat Covid Temuannya Sembuhkan Warga Bogor

“Kemudian kalau sudah kelihatan ada potensi untuk manfaat dan keamanannya, itu akan pindah ke uji praklinis,” lanjutnya.

Uji praklinis dilakukan pada hewan untuk membuktikan keamanan obat tersebut, sehingga dapat dilanjutkan ke uji klinis.

Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga fase dalam uji klinis. Fase satu adalah untuk memastikan keamanan. Fase dua adalah untuk memastikan efektivitas. Fase tiga adalah untuk mengonfirmasi keamanan dan khasiat obat tersebut.

Baca Juga: Selamat Jalan Dokter Andhika yang Gugur di Medan Karena Covid, Istri dan Anak Kini Positif Covid-19

Terkait obat tradisional yang tersebar di pasaran, Togi menegaskan bahwa obat tersebut juga harus mendapatkan izin dari BPOM. Masyarakat juga diminta melakukan pengecekan pada kemasan, label, nomor izin edar, serta tanggal kedaluwarsa. Apabila masih terdapat keraguan terhadap suatu produk, masyarakat dapat menghubungi contact center BPOM.

Kemudian mengenai pengembangan vaksin, ia menyampaikan bahwa uji klinis akan dilakukan pada kurang lebih 1.620 subyek di pertengahan bulan Agustus ini.

“Yang melakukan adalah Universitas Padjadjaran, Fakultas Kedokteran. Ini merupakan kerja sama antara Biofarma,” imbuh Togi.

Baca Juga: Presiden Berjanji Desember Normal, 20 Juta Vaksin Gratis!

Biofarma diperkirakan akan mengajukan izin edar vaksin di bulan Januari 2021, dan diharapkan persetujuan tersebut dapat dikeluarkan pada Februari 2021.

Terakhir, Togi meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap klaim dalam suatu produk, baik obat modern maupun obat tradisional, khususnya di situasi pandemi COVID-19 ini.***

 

 

 

 

 

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Sumber: Galamedianews

Tags

Terkini

Terpopuler