RINGTIMES BALI – Beredar kembali sebuah video yang narasumbernya menyebutkan bahwa hemoglobin terdapat dalam filter rokok untuk menyaring racun kimia agar tidak masuk ke paru-paru.
Menurut klaimnya, filter 6 yang digunakan dan beredar di pabrikan rokok Tanah Air merupakan filter rokok impor dengan kandungan protein darah babi.
Hal ini beredar setelah berita atau konten melayangakn video dengan pernyataan dari pakar kesehatan asal Universitas Sydney Australia, Simon Chapman terkait informasi filter rokok yang mengandung babi tersebut.
Baca Juga: Cek Fakta, Beredar Narasi Covid-19 Disebabkan Kekurangan Vitamin Bukan Virus, Berikut Faktanya
Baca Juga: Cek Fakta, Raja Salman Jemput Paksa Habib Rizieq Shihab dalam Penjara, Simak Kejelasannya
Setelah dilakukan penelusuran yang dilakukan oleh Fachrun Nisa selaku salah satu Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Luwuk menjelaskan bahwa kabar tersebut adalah hoax.
Menurutnya, pemberitaan tersebut telah lama beredar yang kemudian dimunculkan kembali. video yang sama sebelumnya pernah beredar di tahun 2010 dan telah dilakukan klarifikasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2017.
Selain itu Fachrun Nisa langsung melakukan pengujian. Berdasarkan hasil uji filter rokok, tidak terdeteksi kandungan DNA darah babi.
Baca Juga: Cek Fakta, Heboh Rekaman Suara Habib Rizieq Shibab Disiksa Densus 88, Simak Kebenarannya
Baca Juga: Cek Fakta, Beredar Surat Panggilan Peserta CPNS 2019 di Medsos, Berikut Faktanya
Untuk memperkuat kembali, berdasarkan hasil uji filter rokok yang dilakukan di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM pada 2010 menggunakan metode DNA, dari lima merek rokok berfilter yang diuji, tidak terdeteksi adanya kandungan DNA Babi.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan pernyataan bahwa seluruh rokok lokal dan impor yang ada di Indonesia tidak mengandung darah babi.
Dengan demikian informasi yang beredar di Facebook terkait filter rokok yang mengandung Babi tersebut tidak benar, sehingga informasi tersebut masuk dalam kategori konten yang menyesatkan.***