Vaksin Nusantara Terawan Tuai Kontroversi, Ilmuwan: Inovasinya dari Amerika dan Tidak Akurat

15 April 2021, 12:57 WIB
Kehadiran Vaksin Nusantara Terawan menuai Kontroversi, Ilmuwan menyebut Inovasi tersebut dari Amerika dan tidak akurat. /Dok. Setkab

RINGTIMES BALI - Nama Mantan Menkes Terawan Agus Putranto mendadak trending di media sosial twitter, hal ini dikarenakan dirinya yang mengklaim telah membuat vaksin Covid-19 bernama 'Vaksin Nusantara'.

Bukannya mendapat pujian, hadirnya Vaksin Nusantara masuk dalam daftar salah satu vaksin yang ada di Indonesia justru menuai kecaman dari netizen, tidak hanya publik yang meragukan kualitas vaksin ini, namun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun menolaknya.

Meski mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, kehadiran Vaksin Nusantara ternyata juga didukung oleh sejumlah publik figur seperti Setiawan Djodi dan anggota DPR RI. Menurut masyarakat seharusnya pemerintah menyatakan dukungannya sebagai produk inovasi anak bangsa.

Baca Juga: Indonesia Telah Mengajukan sebagai Pusat Vaksin di Asia Tenggara, Retno: Ide Ini Masih Tahap Awal

Baca Juga: Vaksin Covid-19 'Generasi Kedua' Akan Segera Muncul dalam Bentuk Tablet, Hal Baik Bagi Fobia Jarum Suntik

Ilmuwan dan ahli Biologi Miokuler, Ahmad Rusdan Utomo pun turut angkat bicara, dikutip ringtimesbali.com dari utasnya di laman twitter pribadinya @PakAhmadUtomo dengan gamblang menjelaskan, pihaknya yang menolak kehadiran vaksin tersebut.

Pertama, menurutnya vaksin ini bukan inovasi anak bangsa.

"Inovasinya berasal dari Amerika oleh peneliti Amerika dari perusahaan biotek komersil di Amerika. Tim Dr Terawan tidak menceritakan keutuhan teknologi ini dan cenderung menamainya ‘nusantara’ yang sebenarnya tidak akurat," ucapnya, dikutip Kamis 15 April 2021.

Kedua, penggunaan sel dendrit yang dikultur di laboratorium membutuhkan fasilitas mahal.

"Menurut BPOM fasilitas di RS kariadi belum memenuhi standar GMP good manufacturing practise yang mutlak diperlukan dalam pembuatan vaksin yang personal, karena ancaman adanya kontaminasi kuman," katanya.

Baca Juga: Cek Fakta, Muncul Berita Vaksin mRna Covid-19 Menyebabkan Kanker, Simak Faktanya

Baca Juga: Perbolehkan Suntik Vaksin Siang Hari saat Ramadhan, MUI: Kecuali Kalau Diminum Batal

Ketiga, respon imun vaksin dendrit cenderung menimbulkan imunitas seluler bukan imunitas humoral (pembentukan antibodi). Dalam tahap uji klinis fase 1 yang lalu, tidak jelas berapa persentase relawan yang memunculkan antibodi padahal antibodi penting untuk menyergap virus.

Keempat, data tidak transparan.

"Hingga kini ilmuwan independen seperti saya tidak bisa mengakses data hasil uji klinis fase 1. Padahal dalam pengembangan vaksin covid lainnya, semua melaporkan dan mempublikasikannya secara luas sehingga bisa dianalisa oleh ilmuwan lainnya," tukasnya.

Kelima, katanya, apabila memang benar mayoritas relawan uji klinis fase 1 memunculkan neutralizing antibodi maka ini menjadi tidak lazim karena umumnya produksi vaksin dendrit memunculkan respon seluler bukan humoral (antibodi) maka tentu perlu penjelasan kok bisa berbeda dari kelaziman.

Baca Juga: Ribuan Pekerja Migran Diduga Jadi Korban Pungli Rp15 Ribu untuk Vaksin Gratis di Bali

keenam, menurutnya dana republik terbatas.

"Kita sedang mengembangkan inovasi vaksin Merah Putih, artinya ilmuwan nasional tentu mendukung sesama ilmuwan yang berdasarkan kepada teknologi dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka prioritaskan pendanaan vaksin merah putih," pungkasnya.***

Editor: Muhammad Khusaini

Tags

Terkini

Terpopuler