Demonstrasi Sempurna di Amerika Serikat Sorot Perhatian Dunia

- 8 Juni 2020, 10:15 WIB
PARA pengunjuk rasa berkumpul di sekitar kantor polisi Minneapolis yang terbakar saat demonstrasi setelah seorang polisi kulit putih tertangkap video amatir menekan lututnya ke leher pria Afrika-Amerika George Floyd, yang kemudian meninggal di sebuah rumah sakit, di Minneapolis , Minnesota, Amerika Serikat 28 Mei 2020.*
PARA pengunjuk rasa berkumpul di sekitar kantor polisi Minneapolis yang terbakar saat demonstrasi setelah seorang polisi kulit putih tertangkap video amatir menekan lututnya ke leher pria Afrika-Amerika George Floyd, yang kemudian meninggal di sebuah rumah sakit, di Minneapolis , Minnesota, Amerika Serikat 28 Mei 2020.* //ANTARA

Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan, demokrasi Amerika tengah sekarat.

Karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan retorika-retorika politik liberal yang selama ini dimusuhi.

"Perubahan haluan yang drastis dari presiden yang diusung Partai Demokrat (Obama) ke presiden yang diusung Partai Republik (Trump) menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan," ujar Said Aqil Siroj.

Baca Juga: FAKTA Atau HOAKS: Anggota FPI Berencana Lakukan Aksi Bunuh Diri Massal

Diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan seperti telah disinggung oleh Gunnar Myrdal sejak tahun 1944 dalam bukunya An American Dilemma.

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika ke-45 telah menguak boroknya demokrasi Amerika yang selama ini tampil bak 'polisi' demokrasi dunia.

Kampanye 'hitam' Trump di musim kampanye Pilpres AS yang rasis, menunjukkan sentimen negatif terhadap imigran kulit warna dan kaum Muslim, telah menjadi bom waktu yang meledak dalam kerusuhan rasial sekarang.

"Demokrasi Amerika akan terus dihantui oleh pertarungan abadi antara ide persamaan hak dan prasangka rasial. Keyakinan Myrdal bahwa pada akhirnya demokrasi akan menang atas rasisme tidak terbukti sampai sekarang. Diskriminasi atas warga Afrika-Amerika telah memicu kerusuhan rasial yang terus berulang hingga 11 kali dalam setengah abad sejak 1965," ujarnya.*

Halaman:

Editor: Afifah Fadhilah

Sumber: Pikiran Rakyat Tasikmalaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah