Facebook Resmi Hapus Laman dan Akun Instagram yang Dikendalikan Militer Myanmar

- 26 Februari 2021, 18:30 WIB
Facebook resmi hapus laman milik Militer Myanmar.
Facebook resmi hapus laman milik Militer Myanmar. /PIXABAY/Firmbee

RINGTIMES BALI – Facebook mengumumkan pada Kamis, 25 Februari 2021 bahwa pihaknya telah menghapus seluruh laman yang dikendalikan militer Myanmar, begitu juga dengan laman Instagramnya.

Facebook menambahkan bila pihaknya akan memblokir seluruh iklan bisnis yang berhubungan dengan militer Myanmar.

Dilansir Ringtimesbali.com dari situs USA Today, hal itu didasari atas kudeta yang dilakukan pihak militer pada 1 Februari 2021 ketika menggulingkan pemimpin terpilih Ang Sung Kyu, dan memenjarakan berbagai masyarakat yang membelot pada rezim militer.

Baca Juga: WHO Peringatkan Covid-19 Bukan Pandemi Terbesar, Virus Mematikan Lainnya Masih Berkeliaran

Beberapa hari setelah kudeta, militer Myanmar pun mengumumkan memblokir sementara akses Facebook bagi warga Myanmar karena dinilai digunakan sebagai tempat berorganisasi bagi kalangan anti-kudeta.

1. Facebook melarang halaman terkait militer Myanmar

Setelah kudeta, Facebook mengatakan akan mengurangi distribusi semua konten dari militer Myanmar, yang disebut Tatmadaw, di situsnya, dan juga menghapus konten yang melanggar standar komunitasnya, termasuk ujaran kebencian.

“Berbagai peristiwa sejak kudeta 1 Februari, termasuk kekerasan mematikan, telah mendorong penerapan larangan ini. Kami yakin risiko mengizinkan Tatmadaw di Facebook dan Instagram terlalu besar,” jelas wakil perusahaan tersebut dalam pernyataannya.

Baca Juga: Jepang Beri Kompensasi Rp6 Miliar Bagi Warga yang Meninggal Akibat Vaksin Covid-19

Facebook mengumumkan Kamis bahwa mereka akan melarang semua entitas terkait militer Myanmar yang tersisa dari Facebook dan Instagram, serta iklan dari bisnis yang terkait dengan militer.

Manajer Komunikasi Kebijakan Facebook Amy Sawitta Lefevre mengatakan larangan tersebut mencakup Angkatan Udara, Angkatan Laut, Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Urusan Perbatasan.

“Ini adalah langkah yang disambut baik dan sudah lama tertunda oleh Facebook," jelas Mark Farmaner, Direktur Burma Campaign Inggris.

Baca Juga: Cardi B Sering Unggah Video Makanan Indonesia di Media Sosial, Netizen Curiga

“Di negara di mana Facebook sangat populer, itu merupakan pukulan psikologis bagi militer. Mereka telah menggunakan banyak sumber daya untuk menggunakan Facebook untuk tujuan propaganda, merekrut tentara, dan mengumpulkan dana,” tambahnya.

2. Peran Facebook bagi Myanmar

International Telecommunication Union melaporkan bila 5 persen dari total populasi Myanmar mampu mengakses internet. Ketika telekomunikasi mulai dideregulasi oleh pemerintah semu sipil pada tahun 2013, harga kartu SIM untuk ponsel anjlok, membuka pasar baru bagi pengguna.

Di tahun 2020 NapoleonCat, platform manajemen sosial media melaporkan bila Facebook memiliki lebih dari 22,3 juta pengguna dari masyarakat Myanmar atau lebih dari 40 persen jumlah populasinya.

Baca Juga: Berawal dari Tiktok, Suami Istri Asal Kanada Membuat Hijab Ramah Lingkungan

Nickey Diamond yang mana merupakan spesialis hak asasi manusia Myanmar dari Fortify Rights mengatakan bila mengatakan bila peran Facebook sangat lah penting bagi negara tersebut.

3. Masalah yang dihadapi Facebook di Myanmar

Facebook diketahui mendapat tuduhan karena lalai dalam meredakan ujaran kebencian di Ibu Kota Burma tersebut.

Menurut tim pencari fakta PBB pada tahun 2018, Facebook berperan besar secara substansial dan berkontribusi pada kekejaman dan pertikaian dari konflik.

Baca Juga: Nasa Tampilkan Keadaan Planet Mars dari Robot 'Perseverance' yang Mendarat di Sana

“Ujaran kebencian tentu saja merupakan bagian dari itu,” tambah Marzuki Darusman selaku tim pencari fakta PBB terkait inside Rohingya.

Di bawah tekanan PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional, Facebook melarang sekitar 20 individu dan organisasi terkait militer Myanmar pada tahun 2018, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing, karena terlibat dalam pelanggaran berat hak asasi manusia.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: USA TODAY


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x