Hasilnya mereka yang meninggal pada usia 90 atau 100 tahun ditemukan memiliki aktivitas saraf yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang meninggal di umur 70 atau 80 tahunan.
Baca Juga: 4 Kondisi Tubuh Saat Berpuasa Sebulan Penuh, Kadar Gula Menurun di Hari 1
Namun, temuan tersebut menurut Yanker bisa saja disebabkan karena seseorang ketika bertambah usia otak mereka menjadi lebih lambat. Sedangkan mereka yang meninggal lebih muda belum tentu pula meninggal terkait aktivitas sarafnya.
Untuk menguji lebih lanjut, mereka selanjutnya melakukan penelitian lanjutan menggunakan cacing. Cacing digunakan karena masa hidupnya lebih pendek dan mudah dipelajari.
Dengan menggunakan pencitraan otak, mereka melihat bahwa cacing yang diberi obat untuk menenangkan aktivitas sarafnya, menunjukkan memiliki usia hidup yang lebih lama.
Baca Juga: Denny Darko Ramalkan Karir Lesti Kejora akan Tersandung, 'Fansmu Mencelakakanmu'
Sementara ketika para peneliti menstimulasi neuron cacing, mereka mati lebih cepat.
“Itu bukan karena faktor pembaur, tampaknya itu efek utama,” kata Yanker.
Penelitian yang mereka lakukan pada tikus juga menunjukkan hal yang sama.
Terhadap cacing-cacingnya, Yanker selanjutnya mencari “protein CEO” yang disebutnya sebagai zat yang berperan mengendalikan aktifitas saraf.