Yose menyadari masih banyak kelompok yang menolak UU Cipta Kerja karena masih ada poin-poin yang menimbulkan pertanyaan.
Untuk itu fokus selanjutnya adalah mengawal proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) agar sejalan dengan kepentingan UU Cipta Kerja tersebut.
"Dari UU tentu setelah itu peraturan pemerintah. Kemudian masuk lagi ke peraturan di tingkat kementerian. Lalu masuk ke peraturan daerah. Nah, ini yang harus sinkron. Jangan di atas sudah baik, bawahnya tidak sinkron," katanya.
Baca Juga: Kemenkes Terbitkan Batasan Tes Swab Mandiri Rp900 Ribu, 'Negara Kok Berbisnis sama Rakyat
Ia menambahkan kelompok penolak juga bisa mengawal implementasi UU Cipta Kerja agar berjalan sesuai dengan cita-cita pembentukan aturan yaitu menyediakan lapangan kerja, bukan sekadar menghadirkan investasi.
Selain itu kelompok penolak harus ikut memastikan investasi yang masuk ke Indonesia berkategori padat karya dan menciptakan lapangan kerja, bukan investasi yang justru menimbulkan persoalan bagi masyarakat dan lingkungan.
"Jadi, perlu diingat juga bahwa UU ini bukan tentang investasi, tetapi UU Cipta Kerja. Artinya penciptaan lapangan kerja," katanya.
Baca Juga: Anies Baswedan Kumpulkan Seluruh Gubernur Bahas Omnibus Law Cipta Kerja Hari Ini
Secara keseluruhan, Yose mengharapkan regulasi ini tidak bernasib seperti UU Ketenagakerjaan yang justeru menciptakan disinsentif bagi dunia usaha untuk masuk ke sektor yang padat karya.
"Tahun 2003 bertepatan dengan implementasi UU Ketenagakerjaan dan bom komoditas, tapi lapangan kerja di industri manufaktur hanya kurang dari lima ribu orang per tahun," katanya.***