Selain itu salah satu hal yang dianggap sebagai keunggulan TikTok oleh para pemakainya adalah karena platform tersebut tidak mengenal copyright. Akibatnya pengguna bisa memakai berbagai musik dan video tanpa khawatir terkena take down seperti di FB, IG dan Youtube.
Namun di tengah namanya yang melambung, TikTok terkena larangan instal dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India, dengan alasan keamanan.
Baca Juga: Kegelisahan Yodi Sebelum Kematian, Polisi Enggan Mengungkap
"Uni Eropa melakukan pengawasan ketat data TikTok kemana saja dan akan diolah seperti apa, tidak sampai melarang seperti di AS," jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
"Pertama yang selalu dicek adalah privacy policy. Hal dimana zoom juga tersandung karena ada perihal pengumpulan data yang tidak disampaikan di privacy policy," sambung Pratama.
Tuduhan terhadap TikTok memang cukup serius, tidak hanya sebatas collecting data di aplikasinya, tetapi juga dicurigai ada aliran data pengguna ke China. Akhirnya CISSReC melakukan riset dan analisis terhadap aplikasi Tiktok ini.
Baca Juga: Motif Diduga Dibunuh Terbantahkan, Hasil Olah TKP Yodi Tidak ada Ceceran Darah Orang lain
Dari hasil analisis CISSReC, ujar Pratama, aliran data TikTok secara umum tidak ada yang mencurigakan. Contohnya alamat IP 161.117.197.194 yang menuju Singapura, lalu 152.199.39.42 menuju Amerika.
Bahkan saat dites dengan malware analysis yang menggunakan sample dari 58 vendor antivirus, malware juga tidak ditemukan.
"Saat kami coba cek dengan malware analysis, tidak ada aktivitas mencurigakan saat menginstal TikTok, tidak ada malware yang bersembunyi," ujarnya.