Pejabat Publik Tidak di Sarankan Bermain TikTok Oleh Pakar Keamanan Siber

26 Juli 2020, 06:00 WIB
TikTok siapkan dana sebesar Rp2,9 triliun untuk menambah penghasilan pembuat konten. /AFP/Oliver Doulievery/AFP

RINGTIMES BALI - Masyarakat dunia dan netizen Indonesia yang sedang gandrung bermain TikTok cukup resah dengan berbagai isu miring terkait aplikasi media sosial berbasis video dari China ini.

Ditengah Pandemi wabah Covid-19 dan juga isu memanasnya hubungan AS-China, nitizen Dunia yang sedang gandrung bermain TikTok cukup resah dengan berbagai isu miring terkait aplikasi media sosial berbasis video dari China ini.

Aplikasi ini dan juga Huawei ikut terseret dalam perang dagang serta urat syaraf AS-China, dituduh menjadi alat spionase pemerintah China.

Baca Juga: Yodi Sempat Jalani Test HIV dan Ngaku Melihat Hal Gaib Sebelum Meninggal

Berita ini sebelumnya telah terbit di galamedianews.com dengan judul Pakar Keamanan Siber Sarankan Pejabat Publik Tak Bermain TikTok, Begini Alasannya

Apalagi sekarang adanya persaingan Big Data yang membuat siapapun pemilik platform populer bisa membantu mengendalikan dunia. Misalnya data Facebook digunakan untuk memenangkan Donald Trump saat pilpres AS dan kubu Brexit di Inggris.

Tiktok menarik perhatian sudah sejak lama. Bahkan sekelas Mark Zuckerberg sekalipun pernah menyatakan jika TikTok bisa melewati Instagram. Nyatanya Tiktok dua tahun terakhir memang berhasil mengalahkan Instagram dengan total lebih dari 625 juta unduhan.

Dalam keterangannya, Sabtu 25 Juli 2020, pakar keamanan siber, Pratama Persadha menerangkan, peningkatan pengguna TikTok yang sangat cepat juga terbantu oleh pemerintah China yang melarang Instagram dan Facebook beroperasi di China.

Baca Juga: 'Sakit Hati' Ibu Yodi Tak Terima Anaknya Dibilang Bunuh Diri, 'Masak' Bunuh Diri Banyak Tusukan

Akibatnya pemakai tiktok di China menjadi sangat besar dan mengglobal dengan total download mencapai lebih dari 1,65 miliar. Bahkan Tiktok dalam waktu dekat akan merilis model monetize atau kerjasama iklan sehingga usernya bisa mendapatkan pemasukan seperti di YouTube dan Facebook.

Selain itu salah satu hal yang dianggap sebagai keunggulan TikTok oleh para pemakainya adalah karena platform tersebut tidak mengenal copyright. Akibatnya pengguna bisa memakai berbagai musik dan video tanpa khawatir terkena take down seperti di FB, IG dan Youtube.

Namun di tengah namanya yang melambung, TikTok terkena larangan instal dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India, dengan alasan keamanan.

Baca Juga: Kegelisahan Yodi Sebelum Kematian, Polisi Enggan Mengungkap

"Uni Eropa melakukan pengawasan ketat data TikTok kemana saja dan akan diolah seperti apa, tidak sampai melarang seperti di AS," jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.

"Pertama yang selalu dicek adalah privacy policy. Hal dimana zoom juga tersandung karena ada perihal pengumpulan data yang tidak disampaikan di privacy policy," sambung Pratama.

Tuduhan terhadap TikTok memang cukup serius, tidak hanya sebatas collecting data di aplikasinya, tetapi juga dicurigai ada aliran data pengguna ke China. Akhirnya CISSReC melakukan riset dan analisis terhadap aplikasi Tiktok ini.

Baca Juga: Motif Diduga Dibunuh Terbantahkan, Hasil Olah TKP Yodi Tidak ada Ceceran Darah Orang lain

Dari hasil analisis CISSReC, ujar Pratama, aliran data TikTok secara umum tidak ada yang mencurigakan. Contohnya alamat IP 161.117.197.194 yang menuju Singapura, lalu 152.199.39.42 menuju Amerika.

Bahkan saat dites dengan malware analysis yang menggunakan sample dari 58 vendor antivirus, malware juga tidak ditemukan.

"Saat kami coba cek dengan malware analysis, tidak ada aktivitas mencurigakan saat menginstal TikTok, tidak ada malware yang bersembunyi," ujarnya.

"Bila memang mengandung malware, sebenarnya bukan hanya AS yang akan melarang TikTok, tapi Google akan menghapus TikTok dari playstore mereka. Tapi hal ini juga tidak dilakukan Google," ungkap pria asal Cepu Jawa Tengah ini.

Di Eropa yang dilakukan adalah pengawasan data, karena menjadi perhatian serius bagi masyarakat dunia, berbagai tuduhan bahwa TikTok digunakan spionase.

Baca Juga: Kabar Mengejutkan, Legenda Barcelona Positif Covid-19!

Sebenarnya hal yang sama juga bisa diarahkan ke AS, apalagi AS memiliki aturan Foreign Surveillance Act yang memungkinkan pihak aparat di AS untuk masuk dan mengambil data raksasa Teknologi.

"Yang paling masuk akal dilakukan adalah, para pejabat penting dan lingkarannya jangan bermain TikTok, bila memang khawatir. Bila masyarakat mau memakai sebenarnya tidak ada masalah," tutur Pratama.

"Namun bila memang ada kebutuhan para pejabat serta politisi untuk branding diri atau lembaga, sebaiknya menggunakan gawai yang berbeda dari gawai yang sehari-hari digunakan," kata dia.

Baca Juga: Mengejutkan! Editor Metro TV Yodi Prabowo Positif Konsumsi Narkoba

"Sebenarnya layanan Facebook, Google, Instagram dan semacamnya juga melakukan berbagai pengumpulan data. Misalnya dalam kasus Cambridge Analytica, data pengguna Facebook dipotimasi untuk membuat Donald Trump dan kubu Brexit di Inggris menang dalam pemilihan," tegasnya.

Pratama menyarankan untuk mengatur pengamanan pengaturan privasi pengguna di masing- masing gawai lewat permission di tiap aplikasi.

Permission adalah permintaan dari aplikasi untuk kebutuhan aplikasi, yang muncul dengan sederet keterangan, meminta akses kamera, mikropon, telepon, log dan lainnya. Kebanyakan pengguna meremehkan, menganggap pesan tersebut hanya informasi saja padahal sangat penting.

Baca Juga: Diduga Depresi: Polisi Ungkap Editor Metro TV Bunuh Diri, Beli Pisau Sendiri di Ace Hardware

Berikut cara menyeting pengaturan untuk permission pada aplikasi TikTok yang juga bisa digunakan untuk aplikasi lainnya :

-Klik dibagian Setting
-Klik Apps
-Pilih TikTok
-Lalu pilih App permissions
-Lihat bagian yang diakses untuk kamera, kontak, lokasi, ruang
penyimpanan, dan lainnya.

Baca Juga: Drama Orang Terdekat, Ungkap Misteri Pembunuhan Yodi

Kita bisa menggesernya untuk menonaktifkan izin aplikasi dan mengubah akses perangkat.***

 

 

Editor: I Ketut Subiksa

Sumber: Galamedianews

Tags

Terkini

Terpopuler