Hukum Melaksanakan Akad Nikah Setelah Shalat Idul Fitri dan Idul Adha

9 Juli 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi menikah. /PIXABAY/Stocksnap/

RINGTIMES BALI - Menikah adalah hal yang dinanti dan didambakan oleh sebagian orang, karena melalui pernikahan mereka dipersatukan dengan orang tersayang. 

Menikah merupakan ikatan antara dua lawan jenis, yang saling mencintai dan ingin membangun rumah tangga yang harmonis hingga tua nanti. 

Menurut kepercayaan menikah pada bulan tertentu akan membawa kebaikan di rumah tangga, namun beberapa orang menganggap menikah di hari tertentu akan membawa petaka. 

Baca Juga: Keistimewaan Hari Arafah Sabtu, 9 Juli 2022 dan Fadilah Puasa di Dalamnya Berdasarkan Hadits Lengkap

Seperti halnya kepercayaan masyarakat Kayong Utara, Kalimantan. Mereka percaya bahwa menikah setelah idul fitri hingga idul adha akan membawa petaka. 

Hal tersebut sudah menjadi kepercayaan secara turun menurun, karena jika melanggar kepercayaan tersebut akan menimbulkan petaka seperti hubungan rumah tangga yang tidak harmonis, bahkan hingga kematian. 

Akad nikah sendiri merupakan acara yang dilangsungkan menurut kadar kepercayaan dalam masing-masing adat, karena setiap adat memiliki ciri dan cara sendiri.

Baca Juga: Amalan yang Bisa Membuat Malaikat dan Rezeki Mengelilingi Kata Syekh Ali Jaber

Dilansir dari digilib.uinsby.ac.id, dalam hukum Islam larangan pernikahan tidak ada yang dikarenakan dalam hal waktu. Tidak ada pula faktor larangan pernikahan karena takut akan terjadinya petaka ataupun musibah. 

Dalam Hukum Islam larangan dalam pernikahan tidak ada karena keterkaitan waktu dalam pelaksanaan pernikahan. Misalnya setelah shalat Idul Fitri sampai Idul Adha.

Hukum Islam hanya memberlakukan larangan pernikahan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu larangan pernikahan yang bersifat abadi dan larangan pernikahan yang bersifat sementara. 

Baca Juga: 5 Malam yang Menjadi Jaminan Masuk Surga, Termasuk Tarwiyah dan Arafah

Larangan pernikahan yang bersifat abadi, yaitu pernikahan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pertalian nasab, hubungan persusuan, dan hubungan kekerabatan semenda.

Sedangkan larangan pernikahan yang bersifat sementara, adalah menikahi dua orang saudara dalam satu masa, larangan karena perzinahan, larangan karena beda agama, dan larangan karena ikatan pernikahan. 

Terdapat teori ilmu ushul fiqh yang namanya ‘urf yaitu sesuatu yang sudah dibiasakan oleh manusia dalam kehidupannya. ‘urf dibagi menjadi dua yaitu ‘urf shahih dan ‘urf fasid.

Baca Juga: Keutamaan Berkurban Lengkap, Ibadah Paling Utama Bagi yang Tidak Mampu Berhaji

Urf s}ahih adalah segala bentuk kebiasaan yang sudah di kenal dan tidak bertentangan dengan dalil-dalil shara, sedangkan ‘Urf fasid adalah segala sesuatu yang sudah di kenal oleh masyarakat, tetapi berlawanan dengan dalil-dalil shara. 

Larangan melangsungkan akad nikah setelah shalat Idul Fitri sampai Idul Adha termasuk dalam ‘urf fasid, kepercayaan ini menimbulkan suatu sifat musyrik yang jelas-jelas dalam agama Islam melarang mempercayai sesuatu selain kekuatan Allah. 

Namun sebagai masyarakat yang masih menjunjung tinggi tradisi nenek moyang, maka sebaiknya larangan tersebut tidaklah diwajibkan atau harus diikuti oleh masyarakat.***

Editor: Muhammad Khusaini

Tags

Terkini

Terpopuler