China Tutupi Kasus Pertama Covid-19 di Wuhan Bukan Desember 2019, Fakta Baru Terungkap

- 25 Juni 2021, 17:02 WIB
Sejumlah peneliti mulai mengungkap fakta baru bahwa sebuah studi menyebutkan China menutupi munculnya kasus Covid-19 muncul pertama kali.
Sejumlah peneliti mulai mengungkap fakta baru bahwa sebuah studi menyebutkan China menutupi munculnya kasus Covid-19 muncul pertama kali. /Pixabay/Geralt/

RINGTIMES BALI - Studi terbaru menyebutkan, Jumat 26 Juni 2021 jika virus yang menyebabkan Covid-19 bisa saja mulai menyebar di China pada awal Oktober 2019, dua bulan sebelum kasus pertama diidentifikasi di pusat kota Wuhan.

Hal ini diungkap para peneliti dari Universitas Kent Inggris. Mereka menggunakan metode dari ilmu konservasi untuk memperkirakan bahwa virus Covid-19 SARS-CoV-2 pertama kali muncul dari awal Oktober hingga pertengahan November 2019.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Pathogens.

Baca Juga: Lockdown di India Tidak Mempan Atasi Covid-19, Polusi Udara Justru Memburuk

Tanggal kemunculan virus Covid-19 yang paling mungkin adalah 17 November 2019, dan mungkin sudah menyebar secara global pada Januari 2020, perkiraan mereka.

Sebelumnya, China resmi mengumumkan bahwa kasus Covid-19 resmi terjadi pada Desember 2019 dan dikaitkan dengan pasar makanan laut Huanan di Wuhan.

Beberapa kasus awal tidak memiliki hubungan yang diketahui dengan Huanan, hal ini menyiratkan bahwa SARS-CoV-2 sudah beredar sebelum mencapai pasar.

China dan Organisasi Kesehatan Dunia pada akhir Maret mengakui mungkin ada infeksi sporadis pada manusia sebelum wabah Wuhan, studi bersama menyebutkan.

Baca Juga: Mata-mata China Diduga Berkhianat, Ungkap Data Rahasia Covid-19 ke AS

Jesse Bloom dari Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson di Seattle dalam makalah yang dirilisnya dalam bentuk cetak minggu ini, memulihkan data pengurutan yang dihapus dari kasus awal Covid-19 di Tiongkok.

Institut Kesehatan Nasional AS mengaku jika smpel yang digunakan dalam penelitian ini telah diserahkan ke Sequence Read Archive (SRA).

Pada Maret 2020 file itu dihapus atas permintaan penyelidik Tiongkok, yang mengatakan akan diperbarui dan diserahkan ke arsip lain.

Hal ini membuktikan jika penghapusan itu merupakan bukti bahwa China berusaha menutupi asal-usul Covid-19.

Alina Chan, seorang peneliti di Harvard's Broad Institute, mempertanyakan soal para ilmuwan yang justru menghapus data penting soal Covid di Wuhan.

Baca Juga: Warga Myanmar Beri Kado Ultah Suu Kyi ke 76, Bunga di Rambut dan Demo Besar-besaran sebagai Simbol Protes

Baca Juga: India Pecahkan Rekor Kematian Tertinggi Akibat Covid-19, Total 6.148 pada 10 Juni 2021

Melalui akun twitternya, ia menulis soal para ilmuwan yang meminta basis data internasional untuk menghapus data penting yang memberi tahu kita tentang bagaimana COVID-19 dimulai di Wuhan.

Para ilmuwan Australia, dalam studinya yang diterbitkan pada hari Kamis di jurnal Scientific Reports, menggunakan data genom untuk menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mengikat reseptor manusia jauh lebih mudah daripada spesies lain.

Hal ini menunjukkan bahwa virus itu sudah beradaptasi dengan manusia ketika pertama kali muncul.

Banyak yang mengatakan jika ada hewan tak dikenal lain dengan afinitas yang lebih kuat yang berfungsi sebagai spesies perantara, tetapi hipotesis bahwa itu bocor dari laboratorium tidak dapat dikesampingkan.

Baca Juga: Varian Virus India Terdeteksi di Negara Bagian Victoria Australia

Dominic Dwyer, ahli penyakit menular di Rumah Sakit Westmead Australia yang merupakan bagian dari tim WHO yang menyelidiki COVID- 19 di Wuhan tahun ini menegaskan bahwa meski jelas virus awal memiliki kecenderungan tinggi untuk reseptor manusia, itu tidak berarti mereka buatan manusia.

"Kesimpulan seperti itu tetap spekulatif," ujarnya.

Stuart Turville, profesor di Kirby Institute, sebuah organisasi penelitian medis Australia yang menanggapi studi University of Kent mengatakan bahwa sampel serum masih perlu diuji untuk membuat kasus yang lebih kuat tentang asal-usul Covid-19.

Ia menyayangkan terjadinya hipotesis kebocoran laboratorium saat ini.

"Kepekaan dalam melakukan penelitian lanjutan ini di China, mungkin perlu waktu sampai kita melihat laporan seperti itu," katanya.***

Editor: Dian Effendi

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x