Tragedi Mahsa Amini, Iran Bubarkan Polisi Moral Usai Gelombang Unjuk Rasa

5 Desember 2022, 13:45 WIB
Mahsa Amini. /REUTERS/Dylan Martinez/

RINGTIMES BALI – Iran telah membubarkan kepolisian moral usai dilanda gelombang demonstrasi yang disebabkan oleh kematian Mahsa Amini yang ditangkap atas dasar cara berpakaian yang melanggar aturan negara.

Pada hari Minggu 4 Desember 2022, kepolisian moral dibubarkan usai demonstran yang melanda selama lebih dari dua bulan terakhir.

Aksi gelombang demonstran serta unjuk rasa dipimpin oleh perempuan karena kematian yang menjadi korban adalah seorang perempuan kurdi berusia 22 tahun.

Baca Juga: Netanyahu Jabat PM Israel Kedua Kali, Begini Tanggapan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken

Menurut pihak berwenang yang menangani demonstran itu, gelombang yang terjadi saat itu sebagai “kerusuhan”.

Dilansir dari laman Pbs pada 5 Desember 2022, diketahui aksi ini disebabkan atas kematian perempuan kurdi berusia 22 tahun. Kematian disebabkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi moral Teheran.

Dengan dalih penangkapan karena melanggar aturan cara berhijab berujung penyiksaan sehingga Mahsa Amini dinyatakan meninggal tiga hari setelahnya.

Baca Juga: Rusia Tolak Jual Minyak pada Negara yang Pasang Tarif Barat, Alexander: Ini Merusak Pasar Energi Global

Dalam aksi yang berlangsung, para demonstran melepas dan membakar jilbab untuk menentang ketatnya aturan berjilbab yang menimpa Mahsa Amini.

Menanggapi pembubaran tersebut, Mohammad Jafar Montazeri selaku Jaksa Agung berkata demikian.

“Kepolisian moral tidak ada sangkut pautnya dengan lembaga peradilan dan telah dibubarkan,” ungkap Mohammad Jafar Montazeri.

Baca Juga: Diduga Penganiayaan Anak, Polisi Tangkap 3 Mantan Guru di Jepang

Menanggapi pertanyaan lainya terkait mengapa plisi moral dibubarkan?

Pembubaran menjadi langkah efektif yang dilakukan dan sebagai tindakan mengalah selama gelombang unjuk rasa tersebut terjadi.

Sebelum itu juga, pihak berwenang juga mengakui efek demoralisasi dari krisis ekonomi yang dipicu oleh sanksi AS.

Merespon langkah pembubaran, Seyyed Nezamoldin Mousavi selaku Juru bicara dewan presidium parlemen berkata demikian.

Baca Juga: Ukraina Bertahan, Rusia Gencarkan Serangan Ke Wilayah Timur

“Upaya terbaik menghadapi kerusuhan adalah dengan memperhatikan tuntutan nyata rakyat,” ungkap Seyyed Nezamoldin Mousavi.

Media pemerintah Iran menuduh Mohammad Jafar Montazeri. Tidak bertanggung jawab dalam mengawasi satuan tersebut.

Berita yang ditanggapi secara skeptis, menjadikan sebagian warga Iran khawatir jika polisi moral akan digantikan oleh satan lainya.

Baca Juga: Ternyata ini Alasan China Tolak Vaksin Barat untuk Cegah Covid 19

Pada tahun 1979 sejak Revolusi Islam yang menggulingkan monarki Iran melalui dukungan AS.

Pihak berwenang telah mengawasi kedisplinan masyarakat terkait aturan berpakaian yang ketat bagi perempuan dan laki-laki.

Namun, pada rezim Mahmoud Ahmadinejad denga aliran keras. Kepolisian moral secara resmi disebut sebagai Gasht e Ershal atau Patroli bimbingan.

Baca Juga: Galeri Seni London Rayakan Hari Kimono International dengan Tema Kimono Catwalk

Kepolisian moral yang dibentuk untuk menyebarluaskan budaya kesopanan dan hijab.

Kesatuan itu dibentuk oleh Dewan tertinggi revolusi kebudayaan Iran yang kini berada pada kepemimpinan Presiden Ebrahim Raisi.

Pada tahun 2006, polisi moral mulai berpatroli dengan menegakkan aturan yang melarang celana pendek, jin robek atau pakaian yang tidak pantas untuk dipakai.

Pembubaran polisi moral yang dibubarkan usai sehari setelah Mohammad Jafar Montazeri mengatakan terkait UU terkait kewajiban perempuan berhijan perlu diubah.

Baca Juga: Babak Baru Tepi Barat, Dari Bentrokan Berujung Saling Luncurkan Roket antara Israel dan Palestina

Presiden Ebrahim Raisi pada 3 Desember 2022 mengatakan demikian.

Pondasi republik dan keislaman iran secara konstitusi bersifat mengakar tetapi ada metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel.

Tahun 1983 kewajiban berjilbab mulai diberlakukan. Polisi moral mulai menjatuhkan peringatan kepada perempuan 15 tahun lalu sebelum mulai bertindak tegas.

Polisi moral berpenampilan hijau dan perempuan bercadar hitam.

Baca Juga: Usai Menutupi Kematian Pejabat, Eks Kepala Keamanan Nasional Korea Selatan Akhirnya Ditahan

Iran mengalami perubahan kebijakan terkait cara berpakaian dari siapa yang memimpin.

Rezim presiden Hassan Rouhani yang beraliran moderat. Kebijakan berpakaian yang bebas namun tetap sopan menjadi hal yang umum.

Akan tetapi sejak rezim Presiden Ebrahim Raisi yang beraliran ultra konservatif. Semua lembaga negara harus menegakkan hukum jilbab yang ketat.

Presiden Ebrahim Raisi mengklaim bahwa nilai budaya dan agama masyarkat menjadi strategi musuh Iran dan Islam saat ini. ***

 

Editor: Annisa Fadilla

Tags

Terkini

Terpopuler