Sementara itu, pihak militer telah melarang pengacara Aung San Suu Kyi untuk memberikan konfirmasi di depan publik.
Baca Juga: Pengadilan AS Minta Facebook Buka Catatan Kekerasan Myanmar pada Rohingya
Selain kasus terhadap hasutan dan pelanggaran aturan Covid-19, ada juga kasus tentang tuduhan korupsi, pelanggaran Undang-Undang, rahasia negara, Undang-Undang telekomunikasi yang semuanya jika dijatuhkan bisa sampai hukuman 100 tahun penjara.
Para pendukung wanita peraih Nobel tersebut mengatakan kasus tersebut tidak berdasar dan hanya dirancang untuk mengakhiri karir politik Aung San Suu Kyi.
Tujuan utamanya adalah untuk mengikatnya dalam proses hukum sedangkan pihak militer semakin memperkuat cengkraman kekuasaannya.
Banyak negara-negara barat yang mengecam tindakan yang telah dikeluarkan oleh pihak peradilan Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Segera Adili Aung San Suu Kyi karena Kasus Korupsi
Pada hari Senin, Inggris mengatakan bahwa hukuman yang diterima mantan pemimpin itu adalah sebuah upaya rezim militer Myanmar untuk melumpuhkan oposisi dan menekan kebebasan dan demokrasi di negara tersebut.
Selain Inggris, kelompok Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) pada hari Senin lalu juga ikut memberikan komentar yang buruk dengan mengatakan bahwa hasil peradilan tersebut merupakan “parody keadilan”
Sikap dari rezim militer ini dianggap tidak memiliki kenyataan dan hanya dibuat-buat untuk mempercepat jatuhnya politik demokrasi di Myanmar dan membuat rezim militer semakin kuat.***