RINGTIMES BALI – Diego Armando Maradona, sang legenda sepak bola asal Argentina, yang kerap dikenal dengan sebutan Maradona, dikabarkan meninggal karena henti jantung ketika usianya 60 tahun. Kejadian itu terjadi pada Rabu, 25 November 2020, pagi hari waktu setempat.
Sebelumnya, Maradona ini pernah menjalani operasi hematoma subdural karena adanya gumpalan darah di otak. Operasinya di awal November tersebut berjalan sukses. Namun sayangnya, maradona mengalami henti jantung di akhir hidupnya.
Henti jantung ini dikenal dengan istilah cardiac arrest dalam dunia medis. Henti jantung ini adalah kondisi jantung yang berhenti berdetak secara tiba-tiba. Dalam artian, jantung sedang tidak menjalankan fungsinya dengan baik.
Baca Juga: Legenda Argentina 'Maradona' Meninggal Dunia, Ini Reaksi Dunia Sepak Bola
Melansir dari Boldsky, detak jantung dikendalikan oleh impuls listrik. ketika impuls ini polanya berubah-ubah maka detak jantung menjadi tidak teratur. Kondisi ini juga dikenal sebagai aritmia. Beberapa aritmia terkadang bisa lambat ataupun cepat. Henti jantung terjadi ketika ritme jantung berhenti.
Seperti yang diketahui bahwa jantung adalah organ yang memiliki fungsi penting dalam memompa darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Apabila jantung berhenti berdetak, hal itu berarti kinerja jantung tidak baik.
Hal tersebut akan menyebabkan darah akan berhenti dipompa dari jantung menuju organ-organ vital lainnya yaitu otak, paru-paru, bahkan hati.
Baca Juga: 8 Tips Penting Menjaga Jantung Agar Tetap Sehat, Salah Satunya Hindari Stres
Akibatnya, dari kondisi tersebut akan menimbulkan gejala seperti tidak dapat bernapas secara normal, penderita mengalami pingsan atau tidak sadarkan diri, pusing, lemah, dan detak jantung berdebar cepat. Dilansir dari laman Healthline.