RINGTIMES BALI - Solar Dynamics Observatory NASA baru-baru ini melihat adanya semburan api matahari terbesar yang terlihat sejak 2017 lalu.
Semburan matahari yang disebut flare matahari ini seringkali dikaitkan dengan adanya peningkatan aktivitas bintik matahari, dimana bintik-bintik gelap muncul di permukaannya.
Flare matahari ini berpotensi merusak komunikasi satelit dan jaringan listrik di bumi. Namun, kabarnya, flare ini belum melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa pemerintah Amerika Serikat.
Baca Juga: China Akan Kirim Bantuan Alat Kesehatan untuk Indonesia Gelombang Dua
Dikutip dari Digital Trends, flare itu menarik, karena menunjukkan bahwa Matahari mungkin memasuki fase baru dari siklusnya.
Aktivitas Matahari bervariasi selama siklus 11 tahun, di mana jumlah bintik matahari dan jumlah aktivitas flare Matahari berubah.
Matahari diperkirakan saat ini berada dalam periode aktivitas minimal, yang disebut minimum Matahari.
Kemunculan semburan Matahari besar ini dapat mengindikasikan bahwa minimum Matahari akan segera berakhir.
Baca Juga: Berbanding Terbalik, WHO: Klaim Dokter Italia Virus Corona Melemah Tak Terbukti