Cerita Rakyat Meriam Tegak dari Kepulauan Riau, Kisah Encik Nuh Diminta Istrinya Memindahkan Meriam Tua (1)

8 Januari 2022, 00:01 WIB
Ilustrasi Meriam Tegak. Cerita rakyat dari Kepulauan Riau //Pixabay/shafman

RINGTIMES BALI – Meriam Tegak merupakan cerita rakyat yang berasal dari Kepulauan Riau.

Cerita rakyat Meriam Tegak mengisahkan tentang seorang kakek bernama Encik Nuh yang diminta istrinya, Encik Walek, untuk memindahkan meriam tua yang ada di halaman rumah mereka.

Dengan kesaktian dan kepandaian yang dimilikinya, Encik Nuh sangat percaya diri bisa memindahkan Meriam Tegak itu.

Baca Juga: Lee Joo Bin Akan Bergabung dalam Drama Terbaru MBC Doctor Lawyer

Namun, setelah melalui berbagai usaha, meriam itu tidak bergeser bahkan sedikit pun.

Karena sibuk memikirkan usaha memindahkan meriam, hubungan Encik Nuh dan tetangga sekitarnya pun menjadi renggang.

Encik Walek meminta suaminya untuk menghentikan perbuatannya, namun Encik Nuh tidak mau mendengarkan dan berubah menjadi keras kepala karena kesombongannya.

Akhirnya, Encik Nuh pun menyadari kesombongan dan keegoisannya lah yang membuatnya sulit mengangkat dan memindahkan meriam itu.

Baca Juga: Download Lagu Next Level - Aespa MP3 MP4 Beserta Lirik, Sekali Klik

Cerita ini mengajari kita untuk selalu rendah hati dan tidak sombong sebab kesombongan merupakan akar dari segala kerugian dan dampak buruknya akan berbalik pada diri kita sendiri.

Dikutip dari Labbenika Kemdikbud, Cerita Rakyat Meriam Tegak ditulis oleh Faisal Basri pada tahun 2016 sebagai buku nonteks pelajaran yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sumber belajar jengang pendidikan dasar dan menengah. 

Baca Juga: 9 Girl Group Baru yang Debut Tahun 2022 Akan Menambah Persaingan Dunia Hiburan K-Pop dari JYP sampai YG

Meriam Tegak

Pada suatu masa tinggallah sekelompok orang di sebuah tempat bernama Laut Jauh. Orang-orang menyebut tempat itu dengan nama Laut Jauh karena letaknya di pesisir pantai.

Tempat tersebut terletak di Kecamatan Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, yang kini lebih dikenal dengan nama Batu Berdaun.

Karena berada di daerah pesisir pantai, masyarakat Laut Jauh sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Para laki-laki biasanya melaut, sedangkan para perempuan menanam sayuran di pekarangan rumah mereka atau di ladang tidak jauh dari pesisir pantai.

Baca Juga: 9 Girl Group Baru yang Debut Tahun 2022 Akan Menambah Persaingan Dunia Hiburan K-Pop dari JYP sampai YG

Rumah masyarakat yang tinggal di Laut Jauh hampir sama, yaitu berupa rumah panggung dengan bentuk rumah persegi panjang yang berjarak kira-kira satu meter di atas tanah.

Jarak antar rumah tidak berdekatan, tetapi juga tidak terlalu jauh. Sebagian masyarakat Laut Jauh masih mempunyai ikatan dengan kesultanan atau istana sehingga beberapa penduduknya bergelar “Encik”, antara lain, Encik Nuh dan Encik Walek, sepasang suami istri yang sudah lama tinggal di Laut Jauh.

Encik Nuh juga sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Dia bersama warga yang lain pergi berlayar pada malam hari dan baru kembali keesokan harinya.

Baca Juga: Download Lagu Darkside dari Alan Walker MP3 MP4 Beserta Lirik, Sekali Klik

Saat Encik Nuh melaut, Encik Walek mengisi hari dengan berkebun di pekarangan rumahnya dan memberi makan ayam-ayam yang diternakkannya.

Begitulah rutinitas mereka setiap hari. Meskipun hidup hanya sebagai nelayan, Encik Nuh dipercaya memiliki kekuatan batin.

Hal itu dipercaya karena Encik Nuh merupakan keturunan keluarga istana dan telah cukup dalam mempelajari ilmu agama dan kebatinan.

Baca Juga: Download Lagu 'Hal Hebat - Govinda' Beserta Lirik, Sekali Klik

Masyarakat yang tinggal di Laut Jauh maupun di kampung sekitar sering datang ke rumah Encik Nuh untuk minta disembuhkan dari berbagai penyakit atau meminta arahan dan solusi dari berbagai masalah.

Bahkan, ada juga orang yang datang hanya untuk mendengarkan cerita-cerita agama.

Encik Nuh dengan senang hati menerima kedatangan mereka yang datang.

Meskipun para tetangga percaya atas kemampuannya, Encik Nuh tidak pernah membanggakan kemampuannya itu.

Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 6 SD MI Halaman 119, 120, 121, dan 122 Subtema 3 Pembelajaran 6

Dia selalu rendah hati dan ikhlas menerima apa pun permasalahan yang mereka sampaikan kepadanya.

Sikap Encik Nuh dan Encik Walek yang ramah dan rendah hati membuat warga sekitar menjadi semakin menghormati dan segan terhadap mereka.

Hampir setiap hari rumah Encik Nuh dan Encik Walek tidak sepi dari tamu. Terkadang mereka duduk di dalam rumah, terkadang juga duduk di depan rumah, tergantung pada kepentingan tamu yang datang ke rumah mereka.

Baca Juga: Download Lagu Selatan Jakarta dari Dewa 19 MP3 MP4, Mudah dan Gratis

Rumah Encik Nuh dan Encik Walek pun menjadi tempat yang paling ramai di Laut Jauh.

Kadang kala para laki-laki berkumpul sambil membahas tangkapan mereka atau masalah yang terjadi di lingkungan mereka.

Mereka pun saling memberi masukan, tetapi biasanya ucapan Encik Nuh-lah yang paling didengar dan dipercaya karena pengetahuannya dalam ilmu agama cukup banyak serta dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Baca Juga: Bersiaplah Program Vaksinasi Covid 19 Dosis Ketiga Akan Dimulai 12 Januari 2022 Mendatang

Pada sore hari banyak anak kecil berkumpul di rumah Encik Nuh dan Encik Walek.

Anak-anak itu berkumpul untuk mendengarkan berbagai cerita agama dari Encik Nuh. Dia memang pandai bercerita, sehingga anak-anak tidak bosan mendengarkannya.

Dia pun mengkhususkan cerita-cerita agama agar tertanam nilai-nilai agama dalam ingatan anak-anak itu.

Baca Juga: Download Lagu What Makes You Beatiful dari One Direction MP3 MP4 Beserta Lirik, Sekali Klik

Selain karena kemampuan yang dimiliki, Encik Nuh juga dikenal karena sebuah meriam yang terdapat di pekarangan rumahnya, yang dulunya merupakan tanah keluarga kesultanan.

Dahulu meriam itu diletakkan di sana sebagai senjata pertahanan untuk menghadapi ancaman yang datang dari arah lautan.

Posisi meriam itu terpasang seperti meriam pada umumnya, dengan arah mulut meriam menghadap ke laut.

Baca Juga: Reading Comprehension Questions of 'Indonesia Opens Regional Recycling Conference', Bahasa Inggris Kelas 12

Sebenarnya, ukuran meriam ini tidaklah besar, sekitar satu setengah meter saja.

Namun, karena terletak di dalam pekarangan rumah, meriam itu sering membuat Encik Walek repot dan terganggu saat membersihkan pekarangan rumahnya.

“Pak!” Encik Walek memanggil suaminya. “Bagaimana kalau meriam itu kita pindahkan saja? ‘Kan sudah tidak dipakai lagi. Sayang, pekarangan kita berkurang kecantikannya karena meriam itu, Pak. Ibu pun jadi susah mau membersihkan pekarangan. Ayam-ayam pun suka bermain di bawah meriam itu, Pak. Repot ibu dbuatnya, Pak,” bujuk Encik Walek kepada suaminya.

Baca Juga: 4 Rekomendasi Drama Korea Wajib Ditonton di Tahun 2022 untuk KDrama Lovers

“Tak usahlah, Bu. Biarkan saja seperti itu,” jawab Encik Nuh.

Begitulah selalu Encik Nuh menjawab permintaan Encik Walek untuk memindahkan meriam itu.

Encik Nuh tidak mau memindahkan meriam itu bukan karena dia malas untuk mengangkat meriam itu ataupun berpikiran bahwa meriam itu keramat, melainkan karena dia menghargai sejarah diletakkannya meriam itu oleh para pendahulunya.

Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 6 SD MI Halaman 112, 113, 114, 115, 116 Subtema 3 Pembelajaran 5

Encik Nuh yakin meriam itu diletakkan di sana karena berbagai pertimbangan. Selain itu, untuk meletakkan meriam tersebut juga diperlukan usaha yang cukup besar.

Meskipun meriam itu agak mengganggu kenyamanan dan keindahan pekarangan rumah, Encik Nuh lebih menghargai sejarah keberadaan meriam itu di sana.

Akan tetapi, pada suatu hari terjadi sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh Encik Nuh sebelumnya.*** (bersambung)

 

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler