Perilaku yang dimaksudkannya itu seperti yang tertuang dalam dokumen UNESCO berjudul ‘Tolerance: The Threshold of Peace’, meliputi penghinaan atau bahasa yang merendahkan, mengejek, stereotip, prasangka, diskriminasi, pengasingan, pemisahan paksa orang-orang dari berbagai ras, agama, jenis kelamin, dan lain sebagainya yang merugikan suatu kelompok.
Ruhaini menyebutkan, terdapat tiga kompetensi LKLB yaitu mendorong pemahaman seseorang tentang agamanya sendiri dalam relasinya dengan orang yang berbeda agama, mengenal agama lain serta pandangan agama tersebut terhadap orang yang berbeda agama, dan mencari titik temu sehingga bisa terbangun kolaborasi dengan orang yang berbeda agama.
Baca Juga: Pertama Kali Pasca Perang Rusia Ukraina, Presiden China XI Jinping akan Kunjungi Moskow
“Kebebasan beragama bukan berarti bebas seenaknya melainkan harus berpedoman kepada supremasi hukum. Itulah sebabnya, narasi-narasi LKLB juga dibutuhkan sebagai pintu masuk untuk menegakkan supremasi hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Penguatan dan Diseminasi HAM Kemenkumham Sri Kurniati Handayani Pane menyampaikan bahwa keberagaman di Indonesia sering menimbulkan konflik hingga kekerasan.
Maka dari itu, yang mampu mendorong adanya etika untuk membangun konsensus dalam lingkungan masyarakat adalah melalui pendidikan.
Baca Juga: Kontroversi Willow Project, Proyek Pengeboran Minyak di Alaska
Menurut Sri tidak boleh ada satu kelompok mendominasi dan melanggar hak dari kelompok lain.
Selain itu, kata dia, kelompok mayoritas tidak diperbolehkan melakukan hegemoni kepada kaum minoritas.
Kedua hal itulah yang penting diterapkan dalam dunia pendidikan.***