Oleh sebab itu, Jepang berupaya membujuk Abdul Jalil untuk berdamai. Namun, Abdul Jalil menolak dengan tegas ajakan damai tersebut.
Karena Abdul Jalil menolak jalan damai, pada 10 November 1942, Jepang mengerahkan pasukannya untuk menyerang Cot Plieng.
Pertempuran tidak bisa terhindarkan, terutama pada 24 November 1942, saat rakyat sedang menjalankan ibadah salat Subuh.
Karena serangan tersebut, maka rakyat pun dengan sekuat tenaga melawan. Rakyat yang bersenjatakan pedang dan kelewang, bertahan bahkan dapat memukul mundur tentara Jepang.
Serangan tentara Jepang diulang untuk yang kedua kalinya, namun masih bisa digagalkan oleh rakyat.
Kekuatan Jepang semakin ditingkatkan. Kemudian, Jepang melancarkan serangan untuk yang ketiga kalinya hingga berhasil meluluh lantahkan pertahanan rakyat Cot Plieng, setelah Jepang membakar masjid.
Banyak rakyat pengikut Abdul Jalil yang terbunuh. Dalam keadaan terdesak tersebut, Abdul Jalil dan beberapa pengikutnya berhasil meloloskan diri ke Buloh Blang Ara.
Namun beberapa hari kemudian, ketika Abdul Jalil dan pengikutnya sedang menunaikan sholat, mereka ditembaki oleh tentara Jepang sehingga Abdul Jalil gugur sebagai pahlawan bangsa.
Dalam pertempuran tersebut, rakyat Aceh yang gugur sebanyak 120 orang dan 150 orang luka-luka, sedangkan Jepang kehilangan 90 orang prajuritnya.