Halaman 85
Aku ambil sepatu Andi dari rak dan memasukannya ke dalam tas kresek. Dengan berjalan mengendap, aku menuju pintu ke belakang, ke tempat pembuangan sampah.
"Mau kemana Kak?" tanya Andi dari belakangku. Ternyata Andi sedang bermain layangan di halaman belakang.
"Mau membuang sampah," kataku gugup.
"Taruh situ aja, Kak. Nanti Andi yang buang. Andi juga mau membuang potongan bambu ini," kata Andi masih bermain layangan.
Jangan-jangan Andi tahu kalau aku akan membuang sepatunya. Karena merasa ketahuan, aku bingung harus berbuat apa.
"Nanti Andi buangnya kak. Tidak apa-apa kak," kata Andi tersenyum.
Karena merasa bersalah, aku letakkan tas kresek itu di dekat potongan bambu yang ditunjuk Andi. Aku pun berlari masuk, takut ketahuan.
Pagi itu tampak tenang. Biasanya Andi akan marah-marah kalau tidak menemukan sepatu bututnya. Andi duduk dengan tenang sambil minum susu di meja makan. Ibu juga yang biasanya sibuk mencari sepatu butut Andi, sedang memasak untuk sarapan kami. Aku duduk di depan Andi dan mengamati raut mukanya. Kenapa mukanya tampak tidak marah dan sedih?
"Kakak pasti bingung ya kenapa aku tidak mencari sepatuku?" tanya Andi sambil tersenyum. Aku pun mengangguk bingung.