Prof Pitana Sebut Bali Belum Saatnya Buka Wisman

- 11 September 2020, 14:44 WIB
Guru Besar Universitas Udayana, Prof. I Gede Pitana
Guru Besar Universitas Udayana, Prof. I Gede Pitana /

RINGTIMES BALI- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sebelumnya sudah mempunyai beberapa tahapan untuk membuka pariwisata di tengah pandemi  Covid-19.

Tahap pertama, pariwisata Bali dibuka untuk warga lokal pada pada 9 Juli, kemudian dilanjutkan untuk wisatawan domestik/nusantara pada 31 Juli 2020 lalu sebagai tahap kedua. Pembukaan pariwisata Bali tahap ketiga untuk wisatawan mancanegara (wisman) yang direncanakan pada 11 September 2020 tidak dapat dilaksanakan.

Gagalnya pembukaan pariwisata Bali untuk wisman karena masih terganjal Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia.

Baca Juga: Denda Pelanggar Prokes, Giri Prasta: Badung Utamakan Edukasi

Guru Besar  Pariwisata Universitas Udayana, Prof I Gede Pitana menilai, pariwisata Bali memang belum saatnya dibuka untuk wisman.

"Saat ini ada sekitar 59 negara yang melarang warganya untuk bepergian ke negara lain, termasuk yang menjadi pasar pariwisata Bali. Yang paling saya tahu itu Australia", ujarnya.

Kalau pasar tertutup, kita paksa membuka, maka tentu perhitungan ekonominya tidak akan jalan," kata Prof. Pitana dalam diskusi pariwisata "Mengawal Bangkitnya Pariwisata Bali Berdasarkan Protokol Kesehatan Demi Pemulihan Perekonomian Bali" di Inna Grand Bali Beach Sanur, Denpasar, Kamis 10 September 2020.

Sementara bagi wisatawan nusantara/domestik, Prof. Pitana menilai masih adanya keengganan masyarakat untuk berwisata, terutama antar pulau melalui pesawat udara.

Baca Juga: Potensi Penyalahgunaan Bansos Covid-19 di Bali Tinggi, ICW Nilai Pemda Bali Tidak Transparan

Dirinya menyebut, ada ketidaknyamanan atau ketidakpercayaan psikologis para penumpang untuk bepergian menggunakan pesawat.

"Jangankan orang lain, saya sendiri saja ketika diundang ke Jakarta, diundang ke Medan, saya mengatakan lain kali saja. Padahal saya dibiayai oleh yang mengundang. Apalagi wisatawan yang harus membayar pembiayaannya sendiri," imbuh Prof. Pitana.

Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Unud itu menjelaskan, hipotesisnya tersebut mendapatkan kebenaran ketika melihat data jumlah pergerakan wisatawan ke Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Bandung. Pergerakan wisatawan di Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ke Bali

Melihat kondisi tersebut, dirinya menyarankan agar pemerintah memberdayakan wisatawan lokal jika ingin menggerakkan perekonomian di Pulau Dewata melalui pariwisata.

Baca Juga: Kota Denpasar Wakili Indonesia dalam Konferensi ICMA

"Biarkanlah orang Singaraja berwisata ke Denpasar. Biarkanlah orang Denpasar bergerak ke Bedugul, orang Bedugul dan Kintamani ke daerah lain. Ini akan juga akan menggerakkan ekonomi rakyat," ujarnya.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x